‘Benang kusut’ kasus pengadaan tanah Kantor
Bupati baru di Kecamatan Putussibau Utara menjadi polemik di masyarakat. Masyarakat
Dayak Iban yang merasa berhak atas status tanah tersebut pun menggelar ritual
adat di halaman kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Putussibau, Senin (8/9) pagi.
Sekitar 300an orang masyakat Iban berikatkan kain merah dikepalanya mengikuti
prosesi adat tersebut. Berbekal sejumlah sesaji, tetua adat pun menyembelih
se-ekor babi hidup-hidup.
“Ritual ini adalah supah-sumpah atau jampi-jampi,
yang artinya kalau penegakan hukum terkait masalah ini tidak benar, yang
melakukannya akan dimakan oleh sumpah,
sebanyak tujuh keturunan kedepan. Upaya ini untuk menegaskan agar upaya
penegakan hukum betul-betul baik,” kecam Edi, koordinator aksi audiensi.
Edi mengaskan, ritual sumpah dilakukan
pihaknya lantaran hak adat orang Iban tidak lagi diakui keberadaanya. Tanah yang
dimiliki masyarakat Iban justru dinyatakan sebagai tanah negara oleh Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Barat. “Kami merasa kecewa, tanah yang sudah puluhan tahun
dimiliki nenek moyang kami sampai diwarisikan kepada kami, justru dinyatakan
tanah negara. Kami minta penegakan hukum jangan berat sebelah. Ini lah yang
membuat masyarakat Iban menyampaikan apsirasi ke Kejari Putussibau,” tuturnya.
Edi pun menegaskan dalam audiensi tersebut pihaknya
tidak akan anarkis. Tapi kalau hasil dari audiensi ini tidak memuaskan, maka
akan turun lagi masa yang lebih banyak. “Orang Dayak akan dikumpulkan, karena kami
tidak mau masalah seperti ini terjadi daerah Lintas Utara dan Selatan, dimana
kami kehilangan hak dan warisan tanah dari nenek moyang,” tutupnya.